oleh ; robin hartanto (http://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/tips-absurd-jakarta-mengendarai-kendaraan-bermotor.html)
Tips Absurd Jakarta adalah seri tulisan yang berisikan tips-tips
umum sehari-hari di sebuah kota, yang rupanya tidak benar-benar berlaku
di Jakarta. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan anjuran-anjuran
berikut, hanya saja... Jakarta keras, bung!
Dengan
jumlah kendaraan lebih dari 10 juta, tak ayal lagi untuk dapat
berkendara di jalanan Jakarta dengan aman, apalagi nyaman, bukanlah
perkara mudah.
Masalahnya, selain jumlah kendaraan yang
membludak, jalanan Jakarta, mengutip kolumnis Goenawan Mohamad, adalah
“arena pergulatan tanpa marka”, yang sering kali juga tanpa makna.
Ibarat hutan, hukum yang berlaku di jalanan Jakarta adalah hukum rimba.
Tetapi, siapa yang sebenarnya berkuasa di hutan itu? Tidak pernah jelas.
Apakah
polisi yang berwenang menghukum pengendara yang melanggar? Atau
pengemudi mobil berplat merah atau berhuruf depan “RI”? Atau pengendara
motor yang gesitnya bukan main?
Ataukah sopir angkutan kota yang
beringas dan boleh berhenti sesuka hati; pemuda-pemuda organisasi
masyarakat berkopiah (bukan helm); anggota geng motor yang bernyawa
tujuh; koboi-koboi pembawa pistol; dan lain-lain yang tidak akan habis
disebutkan satu-persatu?
Berkendara di Jakarta adalah sebuah
petualangan yang tidak bisa ditebak dan tidak bisa dirumuskan. Berikut
ini adalah anjuran normatif dalam mengendarai kendaraan bermotor di
Jakarta, yang jangan harap bisa mempan:
1. Beri tanda lampu sen ketika hendak menyalip kendaraan lain.
Lampu
sen, selain untuk belok, digunakan untuk memberi tanda pada kendaraan
lain bahwa Anda akan berpindah lajur. Menyalakan lampu sen ketika hendak
menyalip ibarat mengucapkan, “Permisi, saya mau lewat,” dengan sopan,
ketimbang tidak memberi tanda sama sekali.
Tetapi, di Jakarta,
kesopanan hanya terjadi ketika Anda bertatap muka, bukan di balik
lindungan kapsul besi. Seketika Anda memberikan tanda lampu sen, sekejap
kendaraan yang ingin Anda salip akan mempercepat lajunya. Begitu juga
kendaraan di belakang kendaraan tersebut akan segera memepetkan
kendaraannya agar tidak memberikan Anda cukup celah untuk menyalip.
Waktu
adalah barang berharga di Jakarta, dan para pengemudi di kota ini tidak
ingin kehilangan sekian detik hanya karena memberikan Anda jalan.
2. Patuhi lampu lalu-lintas: “hijau” berarti jalan, “kuning” berarti hati-hati, “merah” berarti berhenti.
Warna
lampu lalu-lintas di Jakarta rasanya perlu ditelaah kembali lewat ilmu
semiotika. Setiap warnanya telah memiliki makna berlapis, apalagi
setelah muncul lampu yang dilengkapi hitungan mundur.
Lampu hijau
berarti jalan, tapi hati-hati dengan tetangga yang suka menerobos dalam
kesempitan. Lampu kuning, juga lampu hijau di detik-detik akhir,
berarti tancap gas secepat mungkin selagi belum berganti.
Lampu
merah berarti berhenti, tetapi boleh jalan, asal tidak menabrak jika
tidak mau dilabrak. Sementara lampu merah di detik-detik akhir berarti
saatnya membunyikan klakson untuk memberi tanda pada pengendara motor —
yang selalu jadi garda terdepan, melebihi garis batas lampu lalu-lintas —
untuk siap memacu kendaraan.
Adapun makna denotatif dari lampu lalu-lintas, hanya akan benar-benar terwujud ketika ada polisi yang mengatur.
3. Cek kondisi ban secara teratur.
Boleh
saja Anda rutin mengecek kondisi ban, tetapi juga jangan terlalu
berharap ban kendaraan Anda tidak kempes di jalan, mengingat ranjau paku
ada di mana-mana. Teman saya yang membawa sepeda motor bercerita, kalau
sedang apes dia bisa kena ranjau dua kali dalam seminggu.
Dari
hasil razia pembersihan paku di jalanan, terkumpul hingga 300 kg paku
dalam empat bulan. Walau begitu, Anda tidak perlu cemas apabila ban Anda
kempes di jalan, karena tukang tambal ban selalu berada tidak jauh dari
tempat kejadian perkara.
4. Jangan mengebut.
Mengebut jelas berbahaya, bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
Tetapi
di Jakarta, pengendara kendaraan sering kali bukannya tidak berhasrat
mengebut, tetapi memang tidak bisa. Kecuali Anda di jalan tol, kecepatan
rata-rata kendaraan di Jakarta di jam-jam sibuk hanya 20-30 kilometer
per jam, sementara Jakarta sibuk hampir sepanjang hari.
Seorang
blogger pernah mengukur enam perjalanan rutinnya menggunakan sepeda
motor di jam-jam berbeda. Kecepatan rata-rata yang ia dapatkan adalah 22
kilometer per jam.
Keadaan ini akan semakin parah, mengingat
kendaraan di Jakarta bertambah seribu setiap hari. Ramalan Komisaris
Besar Royke Lumowa, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, bahwa Jakarta
akan macet total di tahun 2014, semakin nyata.
5. Jangan menggunakan telepon genggam ketika menyetir.
Menyetir
sambil menggunakan telepon genggam adalah salah satu biang keladi
kecelakaan. Menyetir kendaraan membutuhkan konsentrasi tinggi, selain
untuk mengendalikan kendaraan, juga untuk melihat kondisi jalan di depan
dan belakang.
Tetapi, kalau Anda perlu menghabiskan berjam-jam
di jalan hanya untuk menempuh jarak yang tidak sampai 30 kilometer, jika
Anda terjebak macet hingga Anda kalah cepat dengan orang yang berjalan
kaki, siapa yang tidak gatal membalas pesan atau mengangkat telepon?
6. Jangan langsung belok kiri jika tidak ada rambu yang memperbolehkan.
Anda
tidak salah jika mematuhi aturan tidak boleh belok kiri langsung,
tetapi bersiaplah untuk diklakson oleh kendaraan-kendaraan di belakang.
Saya
pernah melihat kejadian yang lucu terkait hal ini. Di perempatan jalan,
ada seorang pengemudi yang berada paling depan, lajur paling kiri. Ia
hendak belok kiri, sementara lampu lalu-lintas saat itu menyala merah.
Ketika ia berhenti, kendaraan-kendaraan di belakangnya membunyikan
klakson agar pengemudi itu segera belok kiri langsung.
Karena
tidak tahan diklakson terus, si pengemudi itu pun memutuskan untuk belok
kiri langsung. Tetapi, malang baginya, ternyata ada polisi menanti. Ia
akhirnya kena tilang.
7. Sepeda motor menyalakan lampu di siang hari.
Tahun
lalu, polisi di Jakarta kembali mengharuskan pengendara motor untuk
menyalakan lampu di siang hari, sebagaimana perintah UU Lalu Lintas
tahun 2009.
Sebenarnya banyak sisi positif aturan ini, terutama
dalam menurunkan jumlah kecelakaan. Cahaya lampu di motor memudahkan
pengemudi untuk lebih mawas ketika ada motor di belakangnya.
Walaupun
begitu, masih banyak pengendara motor yang menganggap aturan ini tidak
masuk akal. Aturan ini kemudian menjadi absurd karena dipatuhi hanya
sekadar supaya tidak kena tilang. Dan banyak orang sering menggunakan
alasan pemanasan global untuk tidak menyalakan lampu di siang hari.
8. Jangan masuk jalur busway.
Di tengah kemacetan, jalur busway yang lengang selalu tampak menggoda.
Anda
memiliki janji bertemu seseorang penting, tetapi terjebak macet.
Sementara kendaraan Anda harus terjebak di tengah kendaraan-kendaraan
lain, Anda melihat jalur busway yang kosong melompong. Tetapi, Anda
pengemudi yang baik. Anda putuskan untuk tidak tergoda menyelonong ke
jalur busway.
Tiba-tiba mobil berplat merah melintas lancar di
jalur busway, diawali motor polisi yang mengeluarkan suara lantang.
Apakah Anda tidak ingin melempari mobil berplat merah itu dengan batu?
No comments:
Post a Comment