Saturday, April 13, 2013

solo traveller ke bromo

"Bandung kau punya saingan
Hampir kutarik ksimpulan suhu dingin membuat kaum hawa lebih cantik, itu kesimpulan sementara setidaknya sampai saya beristri, yah suhu kota asal istri saya lah yang akan kucap sbgai penghasil wanita cantik.
Display sensor kulit saya memperlihatkan angka 11 derajat celsius, ini stmj, dan seikat pkiran tentang orang itu, safety shoes ini yang selalu bagus di mata saya, tangan yang mengigil, mata yang sesekali melirik puncak gunung itu, dan sesekali juga melirik dua orang itu, yang bercanda dengan gemulai, ini seperti di arban tapi banyak orang, tpi banyak pdagang, tapi banyak hotel, tapi banyak yang pacaran, yang sama hanya pikiran saya, pkiran yang terikat, pikiran yang mirip februari tahun lalu, bedanya saya pake sweeter merah dan punya android yang membantu saya menulis dengan rapih, kau tau waktu saya di arban? Saya menulis di bungkus batrei....
Ini tidak seperti di ciremai, dmna pikiran saya bisa jernih memikirkan pikiran saya yang terikat, disini dicampuri keanehan, itu bidadari datang lagi di otak saya, gigi kelinci, kelopak mata gelap sama kue lapis. Saya sibuk mencari atlantis, sama seperti orang2, ini gara gara filusuf itu, yang menulis buku atlantis....
Cemoro lawang, 23 maret 13"

itulah cuplikan yang saya anggap puisi meskipun orang lain tidak.

18-22 maret saya dijadwalkan training di pandaan sebuah kota di jawa timur yang didalamnya ada pabrik rokok, tak ada yang menarik dari trainingnya selain saya bisa menyelesaikan training dalam waktu 2 hari, haha itu karena saya sudah belajar topic training ini di kampus :D

di hari terakhir karena saya menginap di malang, saya berencana ke bromo, karena tidak ada yang bisa saya ajak sebagai guide akhirnya saya berangkat sendiri, teman saya memberikan petunjuk untuk
mencapai bromo.

sabtu pagi saya berangkat, ada beberapa cara untuk mencapai bromo:
1. lewat probolinggo, dari terminal probolinggo bisa naik angkutan umum elf atau L300 ke cemoro lawang yaitu pemukiman terakhir sebelum mencapai lautan kawah bromo, angkutan ini tidak selalu ada, biasanya mereka menunggu penumpang penuh baru berangkat, tarifnya 25000 per orang, atau kalo rombongan bisa disewa sekitar 400-500 ribu, hati2, mobil ini sudah jarang ada dan biasanya terakhir ada di jam 3 sore, kalo datang setelah jam 3 sore siap2 aja harus naik ojeg yang harganya bisa 2 kali lipat. dari cemoro lawang kita biasanya menyewa hartop/jeep tarifnya 50 ribu per orang dan sekitar 250 ribu per jeep untuk menuju kawah dan penanjakan.
2. lewat purwosari, tidak ada angkutan dari sinin biasanya para pengendara motor yang lewat jalur ini, kalaupun ada jeep, harganya sangat mahal, kau tau lah konsumsi mobil jeep/hartop, 1:5, hahahaha..
3. lewat tumpang/ malang disini juga sama, dengan jalur purwosari, dari sini tak ada angkutan, hanya ada ojeg yang tarifnya sudah dipastikan mahal.

dari ketiga jalur ini saya memilih lewat tumpang dengan menyewa sepeda motor dari penginapan, awalnya saya mau sewa motor trail, tapi berhubung harganya yang mahal dan saya pergi sendiri yang tidak memerlukan motor dengan torsi besar, harganay 200 ribu /12 jam, jadi saya menyewa motor bebek saja yang harganya 25ribu per hari, murah bukan?

berangkat jam 8 pagi dari kota malang, menyusuri jalan yang melewati terminal arjosari menuju tumpang, sebuah kecamatan dan selalu sebagai titik awal bagi siapapun yang ingin ke bromo, ini dapat ditempuh sekitar 30 menit, dijalan saya membeli perlengkapan tempur dulu atau APD, masker, sarung tangan penutup kepala dan google.

Dari tumpang akan terus melewati jalan khas pegunungan, jalanya melewati punggungan bukit, jadi tidak heran jika anda seringkali melewati jalan dengan jurang yang curam juga indah, anda akan melewati desa yang bernama gubuklakah, disini biasanya petugas menarik retribusi masuk ke taman nasional bromo-tengger, dijalan ada orang yang melambaikan tangan, tapi saya cuek saja terus jalan, saya baru tau pas pulangnya bahwa yang melambai tadi adalah petugas yang hendak menarik iuran retribusi masuk :D.

setelah melewati desa gubuklakah, anda akan menemui jalan dari semen cetak (paving block), tak ada siapapun yang lewat, jalanya memang sepi, mungkin rata2 10 menit sekali saya berjumpa dengan sepeda motor, itu pun arah turun, dari jalan sepi itu, saya melewati suatu desa lagi yang bernama ngadas, ngadas ini dihuni oleh suku asli tengger, dari cara memakai pakaian kita akan tau kalo itu adalah suku asli tengger, sekitar setengah jam setelah melewati ngadas, saya tiba di pertigaan puncak lereng bromo, disini terdapat warung, ada tiga warung yang buka, biasanya disini dijadikan tempat beristirahat bagi orang yang mau ke bromo, saya melihat rombongan anak gowes, saya senyum sendiri, alangkah serunya jika saya ke bromo dengan memakai sepeda, yang saya namakan jagur Jr.

di warung anda akan dihidangkan menu spesial pegunungan, gorengan dan mie rebus, udaranya sudah dingin, sejuk karena masih dicampuri oleh cahaya matahari, udara disini harum. setelah setengah jam saya beristirahat, saya melanjutkan perjalanan, tak lupa mengisi bensin dulu, saya benar2 takut kalo saya kehabisan bahan bakar di lautan pasir, yang menjadikan saya kagum disini yang jual bensin sangat ramah, tangki bensin saya sudah full, tapi masih ada 1/4 botol lagi, dia bersikeras harus saya bawa meskipun saya sudah merelakan kelebihanya, karena tak mungkin saya bawa bensin di tas, saya berjanji untuk datang kembali pulangnya.

saya tidak langsung turun menuju lautan bromo, saya melihat pelang tulisan penunjuk arah ke ranu pane, setelah tanya sama penjaga warung, jaraknya tidak begitu jauh, hanya 10 km dari pertigaan ini, rasa penasaran saya langsung muncul, bukankah ranu itu danau? ya, danau sebagai pintu masuk untuk mendaki semeru, gunung tertinggi di pulau jawa, saya selalu punya minat untuk naik ke gunung itu, dan saya suka danau bagaimanapun bentuk dan warnanya.

Ranu pane jauh dari ekspektasi saya, ternyata disana adalah danau yang berada di perkampungan penduduk, tapi setidaknya saya tau ranu pane, saya pun kembali ke pertigaan dan langsung meluncur turun menyusuri jalan paving block, kau tau pemandanganya sangat keren, dan sangat keren, benar kata yosep si koplak, jika melewati malang kau akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan, bukit rumput ini rapih, kau tau namanya, ini adalah bukit teletubies, dan saya yakin nama perbukitan ini baru ada setelah tayangan anak-anak itu mewabah, kalau sebelumnya belum ada namanya saya gak masalah, tapi kalo dulu ada namnya dan diganti oleh teletubis, saya akan mengkritisi dengan skeptis pemberian nama itu, seperti curug apuy yang dirubah namanya menjadi air terjun muara jaya, katanya lebih menjual, pakop lah...


jalanan paving block sudah habis, jalan digantikan dengan pasir gunung, anda akan kesulitan mengendarai kendaraan roda dua di jalan ini, atau saya tidak bisa sebut ini jalan, karena tak ada pembatas jalan, tak ada trotoar dan lebar jalanya berubah rubah, banyak percabangan yang akan bersatu lagi, kiri kanan disuguhi perbukitan yang rapih dan hijau dan sepi, setelah sekitar setengah jam, saya memasuki daerah berpasir, lautan pasir kalau orang2 bilang, karena sepanjang kita memandang hanya ada hamparan pasir yang terlihat, orang menamai daerah ini pasir berbisik, yah itu gara2 kristin hakim, saya selalu menyebutnya pasir berisik, itu lebih mudah pengucapanya, cobalah!

setelah sekitar 3 km melintasi pasir berisik, akhirnya saya melihat jalan yang agak bisa disebut jalan, yang sebelumnya saya menentukan jalan sendiri berbekal arah tower operator telekomunikasi yang hanya terlihat ujungnya saja, kini ada bekas lalu lalang kendaraan, ternyata itu adalah jalur jalan dari cemoro lawang ke kawah/pura, saya langsung belok kiri dan ambil jalur ke pura, sekitar 15 menit baru sampai di pure, mobil tidak bias sampai ke pure, ada kawasan parkir sendiri ditengah pasir, dan tentu saja untuk mencapai pure/kawah ada penyewaan kuda yang bisa anda tunggangi tanpa dinilai melakukan mesum oleh orang. ongkos sewa kuda berkisar 50-80 ribu dari parkiran ke kawah, dari pure ke kawah berkisar 20-40 ribu, tergantung keahlian menawar dan bahasa, :D, jika kau malas naik kuda kau bisa berjalan kaki bahkan sangat bisa, sudah disediakan tangga beton samapi ke kawah, yang sebelumnya hanya perlu mendaki sedikit di gunung pasir, kawahnya tidak ada yang spesial tapi tetap memberikan perasaan aneh yang selalu ada saat melihat kawah.

sampai di kawah pukul 13.30, saya bingung apakah saya harus langsung pulang lagi ke malang, setelah ngobrol2 dengan ibu warung di pintu pura, saya dikasi tau bahwa di cemoro lawang masi banyak penginapan, ibu itu pun menawarkan rumahnya, saya pun berniat untuk menginap satu malam, saya penasaran dengan yang namanya penanjakan.

di kawasan pure saya menemukan kesejukan dan kekaguman, pada si mba yang ayu yang senang dengan gunung, itu terlihat dari flat shoes dan kakinya yang budig terkena debu bromo, yang sedang kerja praktek di surabaya...

kemudian saya mencari makan di cemoro lawang, disini sudah ada peradaban yang memanjakan kaum hedonis, sudah ada warung nasi dengan sistim sedikit modern, dari sinilah saya memperleh informasi tentang penginapan, dan saya diantar oleh seorang calo untuk mencari penginapan murah meriah, cukup untuk mengistirahatkan badan, kondisinya sangat sederhana, kamar yang lembab dan tidak ada selimut, khas kamar kosan daerah ciwaruga atas

setelah beristirahat sekitar 3 jam saya beristirahat cukup untuk mengembalikan kondisi tubuh, disini kita akan kesulitan mencari tempat shalat, harus bawa sejadah dan kompas sendiri, kemudian saya keluar jalan jalan untuk menikmati cemoro lawang malam hari, udaranya sangat dingin, tapi tak usah kuatir, disini pedagang kupluk, syal dan sarung tangan yang setia menjajakan daganganya, kopi disini terasa nikmat, dan juga tentu saja energen yang akan membuat suasana bagus.

jam 9 saya kembali ke penginapan untuk mencoba tidur, dan jam 2 pagi saya sudah bangun dan bersiap siap menuju penanjakan, diluar sudah ramai oleh orang2 yang baru datang dan siap2 menuju penanjakan, tentunya dengan hartop sewaan yang siap mengantarkan berkeliling wisata bromo, dari cemoro lawang kita bisa menyewa hartop untuk mengantar ke penanjakan dan siangnya akan diantar ke kawah bromo. ongkosnya sekitar 300 ribu per mobil atau 50 ribu per orang.

 tidak hanya hartop, disana juga sudah berjejer motor yang menunggu waktu yang tepat untuk ke penanjakan, biasanya jam 3-4 hartop sudah pada turun menuju ke penanjakan, sekitar 1 jam perjalanan kesana, itu karena di sana juga bisa macet, byangkan saja hampir 100 hartop pergi ke penanjakan di waktu yang sama, biasanya untuk motor berngkat sekitar pukul 4-5 itu karena dengan mengendarai sepeda motor akan lebih cepat sampai kesana.

sampai di penanjakan jam setengah 6, disana sudah ramai penikmat sunrise, bukan hanya ramai, tapi penuh kalau menurut saya, sangat tidak teratur dan dan kampungan, disana sebenarnya sudah disediakan kursi berundak untuk menikmati sunrise, tapi memang mental kita jelek, orang orang berebut di posisi paling depan dan dengan posisi berdiri, walhasil 30 orang saja sudah berhasil menutupi pandangan sekitar 100 orang lebih pengunjung, yang mirisnya lagi, mushola terbuka tempat sholat dipenuhi orang yang berdesakan memotret sunrise, aneh padahal kalau ingin punya gambar indahnya matahari terbit di bromo tinggal cari saja di internet dengan keyword "sunrise di penanjakan" kau akan menemukan indahnya bromo yang pasti lebih indah dari jepretan mereka.

saya tidak kebagian tempat, lalu saya turun ke warung dan memesan teh manis hangat untuk saya nikmati di view point setelah para pemotret itu turun dengan kekecewaannya, karena matahari terbit terhalang awan, meskipun begitu, ini tetap indah, dan saya sidengdang di kursi view point yang telah sepi, ini sangat indah, keren....

setelah puas saya kembali turun dan menuju penginapan untuk menghabiskan waktu dan ngantuk, untuk rute pulang saya melewati tumpang lagi, saya takut nyasar kalo lewat probolinggo, berangkat pukul 11 dan sudah berada di malang pukul 1, untuk siap dijemput pak sahroni menuju bandara juanda....

tanggal 24 agustus saya akan kembali kesana, untuk menghabisi malang...... let's get lost sooner...


No comments:

Post a Comment